Level 3 Assets adalah aset dan liabilitas keuangan yang dianggap paling tidak likuid dan paling sulit dinilai. Aset-aset ini tidak sering diperdagangkan, sehingga sulit untuk memberikan harga pasar yang andal dan akurat. Nilai wajar untuk aset-aset ini tidak dapat ditentukan dengan menggunakan masukan atau ukuran yang mudah diamati, seperti harga pasar atau model. Sebaliknya, aset-aset ini dihitung menggunakan estimasi atau rentang nilai yang disesuaikan dengan risiko—metode yang terbuka untuk interpretasi.
Memahami Level 3 Assets
Perusahaan yang diperdagangkan secara publik diwajibkan untuk menetapkan nilai wajar untuk aset yang mereka catat dalam pembukuan mereka. Menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP), aset tertentu harus dicatat pada nilai saat ini, bukan biaya historis. Investor mengandalkan estimasi nilai wajar ini untuk menganalisis kondisi perusahaan saat ini dan prospek masa depan.
Pada tahun 2006, Dewan Standar Akuntansi Keuangan AS (FASB) memverifikasi bagaimana perusahaan diharuskan untuk menandai aset mereka ke pasar melalui standar akuntansi yang dikenal sebagai FASB 157 (No. 157, Pengukuran Nilai Wajar). Sekarang bernama Topik 820, FASB 157 memperkenalkan sistem klasifikasi yang bertujuan untuk memberikan kejelasan pada aset neraca perusahaan.
Jenis Aset
Kategori FASB 157 untuk penilaian aset diberi kode Level 1, Level 2, dan Level 3. Setiap level dibedakan berdasarkan seberapa mudah aset dapat dinilai secara akurat, dengan aset Level 1 menjadi yang termudah.
Level 1
Aset Level 1 adalah aset yang dinilai menurut harga pasar yang dapat diamati dengan mudah. Aset ini dapat ditandai ke pasar dan termasuk surat berharga negara, surat berharga yang dapat dipasarkan, mata uang asing, dan emas batangan.
Level 2
Aset dan liabilitas ini tidak memiliki harga pasar reguler, tetapi dapat diberikan nilai wajar berdasarkan harga yang dikutip di pasar yang tidak aktif, atau model yang memiliki input yang dapat diamati, seperti suku bunga, suku bunga gagal bayar, dan kurva imbal hasil. Swap suku bunga adalah contoh aset Level 2.
Level 3
Level 3 adalah kategori yang paling tidak memiliki nilai pasar, dengan nilai aset berdasarkan model dan input yang tidak dapat diamati. Asumsi dari pelaku pasar digunakan saat menentukan harga aset atau liabilitas, mengingat tidak ada informasi pasar yang tersedia secara umum tentang aset atau liabilitas tersebut. Level 3 Assets tidak diperdagangkan secara aktif, dan nilainya hanya dapat diperkirakan menggunakan kombinasi harga pasar yang kompleks, model matematika, dan asumsi subjektif.
Contoh Level 3 Assets meliputi sekuritas yang didukung hipotek (MBS), saham ekuitas swasta, derivatif kompleks, saham asing, dan utang bermasalah. Proses memperkirakan nilai Level 3 Assets dikenal sebagai model mark to.
Aset-aset ini mendapat pengawasan ketat selama krisis kredit tahun 2007, ketika sekuritas yang didukung hipotek (MBS) mengalami gagal bayar besar-besaran dan penurunan nilai. Perusahaan-perusahaan yang memilikinya sering kali tidak menyesuaikan nilai aset ke bawah meskipun pasar kredit untuk sekuritas yang didukung aset (ABS) telah mengering, dan semua tanda menunjukkan penurunan nilai wajar.
Pencatatan Level 3 Assets
Kesalahan penilaian sebelumnya terhadap nilai Level 3 Assets mendorong tindakan regulasi yang lebih ketat. Topik 820, yang diperkenalkan pada tahun 2009, memerintahkan perusahaan untuk tidak hanya menyatakan nilai Level 3 Assets mereka, tetapi juga menguraikan bagaimana penggunaan beberapa teknik penilaian dapat memengaruhi nilai-nilai tersebut.
Kemudian pada tahun 2011, FASB menjadi lebih ketat, menuntut rekonsiliasi saldo awal dan akhir untuk Level 3 Assets, dengan perhatian khusus diberikan pada perubahan nilai aset yang ada serta rincian tentang transfer aset baru ke dalam atau keluar dari status Level 3.
Kejelasan lebih lanjut tentang pengungkapan apa yang harus dilakukan perusahaan saat menangani Level 3 Assets juga diberikan, termasuk persyaratan untuk “informasi kuantitatif tentang masukan yang tidak dapat diobservasi” yang digunakan untuk analisis penilaian, sebagai bagian dari perincian proses penilaian yang lebih luas. Tambahan lainnya adalah analisis sensitivitas untuk membantu investor memahami risiko bahwa pekerjaan penilaian pada Level 3 Assets berakhir dengan kesalahan.
Pada bulan Agustus 2018, FASB menerbitkan pembaruan untuk Topik 820, berjudul Pembaruan Standar Akuntansi 2018-13. Dalam panduan ini, yang berlaku untuk laporan keuangan dengan tahun fiskal yang dimulai pada atau setelah 15 Desember 2019, beberapa aturan sebelumnya dimodifikasi.
Perusahaan telah diminta untuk mengungkapkan kisaran dan rata-rata tertimbang dari “masukan signifikan yang tidak dapat diobservasi” dan cara penghitungannya. FASB juga memerintahkan deskripsi naratif untuk berfokus pada ketidakpastian pengukuran akun pada tanggal pelaporan, bukan sensitivitas terhadap perubahan di masa mendatang.
Pendekatan baru ini dirancang untuk meningkatkan transparansi dan keterbandingan lebih jauh, meskipun perusahaan masih memiliki kebebasan yang cukup besar saat memutuskan informasi mana yang relevan dan dapat diungkapkan.
Pertimbangan Khusus
Karena Level 3 Assets terkenal sulit dinilai, nilai yang dinyatakan untuk tujuan akuntansi tidak boleh selalu dianggap sebagai nilai nominal oleh investor. Penilaian dapat ditafsirkan, jadi margin keamanan perlu diperhitungkan untuk memperhitungkan kesalahan dalam penggunaan masukan Level 3 untuk menilai aset. Sering kali, Level 3 Assets hanya merupakan sebagian kecil dari neraca perusahaan. Namun, di beberapa industri, seperti perusahaan investasi besar dan bank komersial, aset ini lebih tersebar luas.
Kesimpulan
Level 3 Assets adalah aset dan liabilitas keuangan yang dianggap paling tidak likuid dan paling sulit dinilai. Karena tidak sering diperdagangkan, sulit untuk memberikan harga pasar yang andal dan akurat.