BerandaIstilahRepurchase Agreement (Repo)

Repurchase Agreement (Repo)

Dalam dunia keuangan dan pasar modal, ada banyak instrumen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Salah satu instrumen yang sering digunakan oleh lembaga keuangan, terutama bank sentral dan institusi keuangan besar, adalah Repurchase Agreement atau yang lebih dikenal dengan Repo. Walaupun terdengar rumit, sebenarnya konsep dasar dari repo ini cukup sederhana.

Nah, di artikel ini, kita bakal ngebahas secara lengkap dan mudah dimengerti tentang apa itu repurchase agreement, bagaimana cara kerjanya, siapa aja pihak yang terlibat, serta contoh sederhananya biar kamu makin paham. Yuk simak sampai habis!

Apa Itu Repurchase Agreement (Repo)?

Repurchase Agreement atau repo adalah sebuah perjanjian antara dua pihak, di mana pihak pertama (penjual) menjual sekuritas — biasanya obligasi pemerintah — kepada pihak kedua (pembeli), dengan kesepakatan bahwa penjual akan membeli kembali sekuritas tersebut pada tanggal tertentu di masa depan dan dengan harga yang telah disepakati.

Dalam bahasa yang lebih gampang, repo ini mirip seperti kamu minjam uang ke teman dengan jaminan. Jadi kamu kasih barang jaminan (misalnya HP) dan bilang, “gue tebus lagi minggu depan, ya, plus ada tambahan kompensasi”. Nah, barang jaminan di sini adalah sekuritas (biasanya obligasi), dan tambahan kompensasinya itu ibarat bunga yang disebut dengan repo rate.

Cara Kerja Repurchase Agreement

Untuk lebih memahami mekanismenya, coba bayangin situasi berikut:

Sebuah bank (sebut saja Bank A) butuh dana tunai dalam waktu singkat, misalnya satu minggu. Tapi bank ini punya banyak surat utang negara (obligasi) yang nilainya besar. Daripada menjual obligasi tersebut secara permanen, Bank A memilih untuk melakukan repo.

Bank A kemudian menjual obligasi tersebut ke Bank B dengan harga tertentu, misalnya Rp10 miliar. Tapi di saat yang sama, mereka juga sepakat bahwa dalam satu minggu ke depan, Bank A akan membeli kembali obligasi tersebut dari Bank B dengan harga Rp10,05 miliar.

Dari transaksi ini, Bank A berhasil dapat dana tunai Rp10 miliar untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sementara Bank B mendapat keuntungan Rp50 juta dari selisih harga beli dan harga jual, yang merepresentasikan bunga atau repo rate.

Secara teknis, repo ini bukan cuma transaksi jual beli biasa, tapi lebih menyerupai pinjam-meminjam uang dengan jaminan. Penjual (Bank A) dianggap sebagai pihak yang meminjam dana, sedangkan pembeli (Bank B) adalah pihak yang memberikan pinjaman dengan agunan berupa obligasi.

Kenapa Repo Digunakan?

Repo jadi salah satu instrumen favorit di kalangan institusi keuangan karena beberapa alasan utama:

  • Likuiditas Cepat: Transaksi repo memberikan akses cepat ke dana tunai tanpa harus menjual aset secara permanen.
  • Risiko Relatif Rendah: Karena ada agunan berupa obligasi atau surat berharga lain yang nilainya jelas.
  • Bunga Lebih Rendah: Dibandingkan pinjaman tanpa agunan, repo biasanya menawarkan tingkat bunga (repo rate) yang lebih rendah.
  • Instrumen Kebijakan Moneter: Bank sentral sering menggunakan repo untuk mengatur jumlah uang yang beredar di sistem keuangan. Dengan membeli atau menjual surat berharga lewat skema repo, bank sentral bisa menambah atau mengurangi likuiditas di pasar.

Jenis-Jenis Repo

Secara umum, ada beberapa jenis repo yang biasa digunakan:

  • Overnight Repo: Repo dengan jangka waktu sangat pendek, biasanya hanya satu hari.
  • Term Repo: Repo dengan jangka waktu lebih dari satu hari, bisa seminggu, sebulan, atau sesuai kesepakatan.
  • Open Repo: Tidak ada tanggal jatuh tempo yang pasti. Kedua pihak bisa sepakat kapan pun untuk mengakhiri transaksi.

Contoh Transaksi Repo

Biar makin jelas, yuk kita lihat contoh sederhananya berikut ini:

Misalnya kamu punya obligasi pemerintah senilai Rp1 miliar. Tapi kamu butuh dana tunai Rp950 juta untuk keperluan mendesak. Daripada menjual obligasi tersebut, kamu memilih untuk melakukan transaksi repo dengan sebuah institusi keuangan.

Kamu jual obligasi tersebut ke institusi itu dengan harga Rp950 juta, dengan janji akan beli kembali seminggu kemudian seharga Rp955 juta. Jadi kamu berhasil dapetin dana tunai, dan institusi yang jadi lawan transaksi kamu dapat keuntungan Rp5 juta dalam waktu seminggu. Win-win solution, kan?

Risiko dalam Transaksi Repo

Walaupun terlihat aman dan menguntungkan, transaksi repo juga punya risiko. Beberapa di antaranya:

  • Risiko Pasar: Nilai sekuritas yang dijadikan agunan bisa turun drastis, apalagi kalau bukan obligasi pemerintah.
  • Risiko Kredit: Kalau pihak penjual nggak bisa beli kembali sekuritasnya, pihak pembeli bisa rugi, terutama kalau nilai pasar sekuritas turun.
  • Risiko Likuiditas: Dalam kondisi pasar yang tidak stabil, pihak pembeli bisa mengalami kesulitan dalam menjual sekuritas yang menjadi jaminan guna menutup kerugian.

Makanya, dalam praktiknya, transaksi repo biasanya hanya dilakukan oleh institusi besar dan diatur ketat oleh otoritas keuangan.

Kesimpulan

Repurchase Agreement atau repo adalah solusi jitu buat lembaga keuangan yang butuh likuiditas jangka pendek. Konsepnya mirip seperti pinjaman dengan agunan, di mana sekuritas seperti obligasi dijual sementara dan akan dibeli kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati.

Dengan repo, pihak yang punya aset bisa dapat dana cepat tanpa harus kehilangan kepemilikan secara permanen. Di sisi lain, pihak pemberi dana mendapat imbal hasil yang relatif aman karena adanya jaminan.

Jadi, kalau kamu lagi belajar tentang pasar uang dan instrumen keuangan, repo ini wajib kamu pahami. Meski transaksinya lebih sering terjadi di level institusi besar, pemahaman tentang mekanisme ini bisa ngebantu kamu lebih paham tentang cara kerja dunia keuangan modern.

Signal Forex Akurat
Artikel Sebelumnya
Artikel Berikutnya

Baca Juga