Harga minyak mentah WTI naik ke sekitar level $67 per barel, setelah sempat mencatatkan penurunan selama tiga hari berturut-turut. Kenaikan ini dipicu oleh positifnya data ekonomi dari sejumlah negara konsumen minyak serta meredanya kekhawatiran terhadap aktivitas perdagangan global.
Di Amerika Serikat, sebuah data mengindikasikan aktivitas ekonomi mengalami perbaikan. Meskipun demikian, prospeknya ke depan masih cenderung netral hingga sedikit pesimis akibat adanya kekhawatiran terhadap kebijakan tarif.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada Q2 2025 tercatat melambat, namun lebih baik dari perkiraan. Hal ini sebagian disebabkan oleh adanya percepatan aktivitas bisnis sebelum diberlakukannya tarif baru oleh AS. Harga minyak juga ditopang oleh meningkatnya konsumsi minyak, di mana outpot kilang minyak di Tiongkok dilaporkan naik 8.5% secara tahunan.
Dari sisi pasokan, Badan Informasi Energi (EIA) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS pada pekan lalu turun sekitar 3.9 juta barel. Namun, sentimen ini diimbangi oleh meningkatnya persediaan bensin dan solar yang lebih besar dari perkiraan.
Para investor turut merespon positif perkembangan terbaru terkait hubungan dagang antara AS dan Tiongkok, termasuk pencabutan larangan ekspor chip AI serta kesepakatan dagang baru dengan Indonesia. Presiden AS Donald Trump juga menyampaikan optimismenya terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan dagang dengan India, Eropa, dan Tiongkok.
Meski demikian, risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif terhadap permintaan minyak global sejauh ini masih menjadi perhatian utama para pelaku pasar.