Apa itu Greater Fool Theory?
“Greater fool theory” menyatakan bahwa harga naik karena orang dapat menjual sekuritas yang terlalu mahal kepada “greater fool / orang yang lebih bodoh”, terlepas dari apakah sekuritas tersebut dinilai terlalu mahal atau tidak. Tentu saja, sampai tidak ada lagi orang bodoh yang tersisa.
Berinvestasi, menurut teori greater fool, berarti mengabaikan valuasi, laporan pendapatan, dan semua data lainnya. Mengabaikan fundamental tentu saja berisiko; sehingga orang-orang yang menganut teori greater fool bisa jadi akan merugi setelah terjadi koreksi.
Memahami Greater Fool Theory
Jika bertindak sesuai dengan greater fool theory, seorang investor akan membeli sekuritas dengan harga yang meragukan tanpa memperhatikan kualitasnya. Jika teori ini berlaku, investor masih dapat dengan cepat menjualnya kepada “greater fool” lainnya, yang juga berharap dapat menjualnya dengan cepat.
Sayangnya, gelembung spekulatif akhirnya meledak, yang menyebabkan depresiasi harga saham dengan cepat. The greater fool theory juga gagal dalam situasi lain, termasuk selama resesi dan depresi ekonomi. Pada tahun 2008, ketika investor membeli sekuritas beragun hipotek (MBS) yang bermasalah, sulit untuk menemukan pembeli ketika pasar runtuh.
Pada tahun 2004, kepemilikan rumah di AS mencapai puncaknya di bawah 70%. Kemudian, pada akhir 2005, harga rumah mulai turun, yang menyebabkan penurunan 40% pada Indeks Konstruksi Rumah AS pada tahun 2006. Banyak peminjam subprime yang tidak lagi mampu menahan suku bunga tinggi dan mulai gagal bayar atas pinjaman mereka. Perusahaan-perusahaan keuangan dan hedge fund yang memiliki lebih dari $1 triliun sekuritas yang didukung oleh hipotek subprime yang gagal ini juga mulai mengalami kesulitan.
Greater Fool Theory dan Penilaian Intrinsik
Salah satu alasan sulitnya menemukan pembeli MBS selama krisis keuangan 2008 adalah karena sekuritas ini dibangun di atas utang dengan kualitas yang sangat buruk. Dalam situasi apa pun, penting untuk melakukan uji tuntas menyeluruh terhadap suatu investasi, termasuk model penilaian dalam beberapa situasi, untuk menentukan nilai fundamentalnya.
Uji tuntas adalah istilah luas yang mencakup berbagai analisis kualitatif dan kuantitatif. Beberapa aspek uji tuntas dapat mencakup penghitungan kapitalisasi atau nilai total perusahaan; mengidentifikasi tren pendapatan, laba, dan marjin; meneliti kompetitor dan tren industri; serta menempatkan investasi dalam konteks pasar yang lebih luas-menghitung kelipatan tertentu seperti harga terhadap pendapatan (PE), harga terhadap penjualan (P/S), dan harga/pendapatan terhadap pertumbuhan (PEG).
Investor juga dapat mengambil langkah untuk memahami manajemen (dampak dan metode pengambilan keputusan mereka) dan kepemilikan perusahaan (melalui tabel kapitalisasi yang merinci siapa yang memiliki mayoritas saham perusahaan dan memiliki hak suara terkuat).
Contoh dari Greater Fool Theory
Harga Bitcoin sering disebut sebagai contoh dari the greater fool theory. Mata uang kripto ini tampaknya tidak memiliki nilai intrinsik (meskipun ini masih menjadi perdebatan), menghabiskan banyak sekali energi, dan hanya terdiri dari baris-baris kode yang tersimpan di jaringan komputer. Terlepas dari kekhawatiran ini, harga bitcoin telah meroket selama bertahun-tahun.
Pada akhir tahun 2017, mata uang kripto ini sempat menyentuh puncaknya di angka $20.000 sebelum akhirnya turun. Tertarik dengan iming-iming keuntungan dari kenaikan harga, para trader dan investor dengan cepat membeli dan menjual mata uang kripto ini, dengan banyak pengamat pasar yang menyatakan bahwa mereka membeli hanya karena mereka berharap dapat menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi kepada orang lain di kemudian hari. The greater fool theory membantu harga bitcoin melonjak ke atas dalam waktu singkat karena permintaan melebihi pasokan mata uang kripto.
Tahun 2020-21 memperlihatkan Bitcoin naik ke level tertinggi baru, mencapai $60.000 dan bertahan di atas $50.000 selama berminggu-minggu. Namun, kali ini, investor institusional dan perusahaan besar seperti Tesla dan PayPal telah terlibat dalam pembelian – dan masih bisa diperdebatkan apakah mereka dapat dianggap bodoh atau tidak. Jadi, mungkin Bitcoin bukanlah contoh dari the greater fool theory.