Istilah Human Capital mengacu pada nilai ekonomi dari pengalaman dan keterampilan pekerja. Human Capital mencakup aset seperti pendidikan, pelatihan, kecerdasan, keterampilan, kesehatan, dan hal-hal lain yang dinilai oleh pemberi kerja seperti loyalitas dan ketepatan waktu. Dengan demikian, Human Capital merupakan aset atau kualitas tidak berwujud yang tidak (dan tidak dapat) dicantumkan dalam neraca perusahaan. Human Capital dianggap dapat meningkatkan produktivitas dan dengan demikian meningkatkan keuntungan. Semakin banyak investasi yang dilakukan perusahaan pada karyawannya, semakin tinggi peluang produktivitas dan keberhasilannya.
Memahami Human Capital
Suatu organisasi sering dikatakan hanya sebaik orang-orangnya dari atas ke bawah, itulah sebabnya Human Capital sangat penting bagi perusahaan. Human Capital biasanya dikelola oleh departemen sumber daya manusia (SDM) organisasi, yang mengawasi perolehan, pengelolaan, dan pengoptimalan tenaga kerja. Arahan lainnya meliputi perencanaan dan strategi tenaga kerja, perekrutan, pelatihan dan pengembangan karyawan, serta pelaporan dan analisis.
Konsep Human Capital mengakui bahwa tidak semua tenaga kerja sama. Namun, pemberi kerja dapat meningkatkan kualitas modal tersebut dengan berinvestasi pada karyawan. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan, pengalaman, dan kemampuan karyawan. Semua ini memiliki nilai ekonomi yang besar bagi para pengusaha dan bagi perekonomian secara keseluruhan.
Karena Human Capital didasarkan pada investasi keterampilan dan pengetahuan karyawan melalui pendidikan, investasi dalam Human Capital ini dapat dihitung dengan mudah. Manajer SDM dapat menghitung total laba sebelum dan sesudah investasi apa pun dilakukan. Setiap laba atas investasi (ROI) Human Capital dapat dihitung dengan membagi total laba perusahaan dengan keseluruhan investasinya dalam Human Capital.
Misalnya, jika Perusahaan X menginvestasikan $2 juta ke dalam Human Capitalnya dan memiliki total laba sebesar $15 juta, manajer dapat membandingkan ROI Human Capitalnya dari tahun ke tahun (YOY) untuk melacak bagaimana laba meningkat dan apakah laba tersebut memiliki hubungan dengan investasi Human Capital.
Pertimbangan Khusus
Human Capital cenderung bermigrasi, terutama dalam ekonomi global. Itulah sebabnya sering terjadi pergeseran dari tempat berkembang atau daerah pedesaan ke daerah yang lebih maju dan perkotaan. Beberapa ekonom menjuluki hal ini sebagai brain drain atau pelarian Human Capital. Ini menggambarkan proses yang membuat daerah tertentu tetap terbelakang sementara daerah lain menjadi lebih maju.
Human Capital dan Pertumbuhan Ekonomi
Ada hubungan yang kuat antara Human Capital dan pertumbuhan ekonomi, yang karenanya dapat membantu meningkatkan perekonomian. Itu karena orang-orang datang dengan beragam keterampilan dan pengetahuan. Hubungan ini dapat diukur dari seberapa banyak investasi yang disalurkan untuk pendidikan orang-orang.
Beberapa pemerintah mengakui adanya hubungan antara Human Capital dan ekonomi, sehingga mereka menyediakan pendidikan tinggi dengan biaya yang sedikit atau tanpa biaya. Orang-orang yang berpartisipasi dalam angkatan kerja dengan pendidikan tinggi sering kali memiliki gaji yang lebih besar, yang berarti mereka dapat membelanjakan lebih banyak.
Human Capital Terdepresiasi
Seperti hal lainnya, Human Capital tidak kebal terhadap depresiasi. Ini sering diukur dari upah atau kemampuan untuk bertahan di angkatan kerja. Cara paling umum Human Capital dapat terdepresiasi adalah melalui pengangguran, cedera, penurunan mental, atau ketidakmampuan untuk mengikuti inovasi. Pertimbangkan seorang karyawan yang memiliki keterampilan khusus. Jika mereka mengalami masa pengangguran yang panjang, mereka mungkin tidak dapat mempertahankan tingkat spesialisasi ini. Itu karena keterampilan mereka mungkin tidak lagi dibutuhkan saat mereka akhirnya kembali bekerja.
Sejarah Human Capital
Ide Human Capital dapat ditelusuri kembali ke abad ke-18. Adam Smith merujuk pada konsep tersebut dalam bukunya “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations,” di mana ia mengeksplorasi kekayaan, pengetahuan, pelatihan, bakat, dan pengalaman suatu bangsa. Adams menyarankan bahwa peningkatan Human Capital melalui pelatihan dan pendidikan mengarah pada perusahaan yang lebih menguntungkan, yang menambah kekayaan kolektif masyarakat. Menurut Smith, hal itu menguntungkan semua orang.
Pada masa yang lebih baru, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang-barang manufaktur. Namun, teori paling modern digunakan oleh beberapa ekonom yang berbeda termasuk Gary Becker dan Theodore Schultz, yang menciptakan istilah tersebut pada tahun 1960-an untuk mencerminkan nilai kapasitas manusia. Schultz percaya bahwa Human Capital seperti bentuk modal lainnya untuk meningkatkan kualitas dan tingkat produksi. Ini akan membutuhkan investasi dalam pendidikan, pelatihan, dan peningkatan manfaat bagi karyawan suatu organisasi.
Kritik terhadap Teori Human Capital
Teori Human Capital telah menerima banyak kritik dari banyak orang yang bekerja di bidang pendidikan dan pelatihan. Pada tahun 1960-an, teori tersebut diserang terutama karena melegitimasi individualisme borjuis, yang dipandang sebagai sesuatu yang egois dan eksploitatif. Kelas borjuis mencakup mereka yang berasal dari kelas menengah yang diyakini mengeksploitasi mereka yang berasal dari kelas pekerja. Teori tersebut juga diyakini menyalahkan orang-orang atas segala cacat yang terjadi dalam sistem dan menjadikan pekerja sebagai kapitalis.
Kesimpulan
Human Capital mengacu pada nilai ekonomi dari kemampuan dan keterampilan pekerja. Perusahaan dapat meningkatkan Human Capital mereka melalui perekrutan atau pelatihan, serta dengan menerapkan teknik manajemen yang mengoptimalkan produktivitas pekerja yang ada. Mempertahankan dan meningkatkan nilai Human Capital biasanya merupakan peran departemen SDM perusahaan.