Dalam dunia analisis teknikal, ada banyak alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu trader menentukan kapan waktu yang pas untuk masuk atau keluar dari pasar. Salah satu indikator yang cukup terkenal dan masih banyak dipakai sampai sekarang adalah Stochastic Oscillator, atau lebih singkatnya, stochastic. Indikator ini bisa membantu kamu dalam mencari momentum yang ideal untuk melakukan aksi beli ataupun jual.
Sejarah Singkat Stochastic Oscillator
Stochastic pertama kali diperkenalkan pada era 1950-an oleh George Lane. Menariknya, dia bukan hanya seorang trader dan analis teknikal, tapi juga seorang dokter. Lane mengembangkan indikator ini untuk mengidentifikasi kemungkinan pembalikan arah harga atau momentum pasar. Sampai sekarang, stochastic tetap jadi salah satu alat favorit di kalangan para trader, terutama karena cara penggunaannya yang tergolong simpel dan tetap efektif.
Komponen Dasar dalam Stochastic
Kalau kamu pernah melihat tampilan stochastic di chart, kamu pasti akan melihat dua garis: garis %K dan garis %D. Umumnya, garis %K diberi warna biru muda, sedangkan %D berwarna merah dan biasanya berupa garis putus-putus. Meski warna-warna ini bisa diubah sesuai preferensi, yang penting kamu bisa membedakan keduanya.
Selain dua garis tadi, stochastic juga dilengkapi dengan dua area penting, yaitu overbought dan oversold. Area overbought terletak di atas level 80, menandakan bahwa harga sudah naik terlalu tinggi dan bisa jadi akan turun. Sementara area oversold berada di bawah level 20, yang berarti harga sudah turun terlalu rendah dan berpotensi untuk naik.

Cara Membaca Sinyal dari Stochastic
Indikator stochastic bekerja dengan cara mengandalkan crossover antara garis %K dan %D. Ketika garis %K memotong garis %D dari bawah ke atas di area oversold, itu bisa jadi sinyal beli yang kuat. Sebaliknya, kalau garis %K memotong dari atas ke bawah di area overbought, itu bisa menjadi sinyal untuk menjual.

Namun, perlu diingat bahwa stochastic lebih efektif saat pasar berada dalam kondisi sideway atau bergerak mendatar. Dalam kondisi tren yang kuat (baik naik maupun turun), sinyal dari stochastic bisa jadi menyesatkan kalau tidak digunakan dengan hati-hati.
Menggunakan Stochastic Saat Market Sedang Trending
Bukan berarti stochastic tidak bisa digunakan saat pasar sedang trending. Kamu tetap bisa memanfaatkannya, tapi dengan satu syarat penting: gunakan sinyal yang searah dengan arah tren. Kalau pasar sedang uptrend, fokuslah mencari sinyal beli. Sebaliknya, kalau pasar sedang turun atau downtrend, yang kamu cari adalah sinyal untuk menjual.


Dengan kata lain, ikuti pepatah klasik: belilah saat tren naik, dan juallah saat tren turun. Ini akan membantumu menghindari sinyal palsu dan meningkatkan peluang keberhasilan dalam trading.
Mendeteksi Divergence dengan Bantuan Stochastic
Selain mencari momentum entry, stochastic juga bisa dimanfaatkan untuk mengenali divergence—yaitu perbedaan arah antara pergerakan harga dan indikator. Ada dua jenis divergence yang umum dicari: bullish divergence dan bearish divergence.
Bullish divergence terjadi saat harga membuat lower low (turun lebih rendah), tapi stochastic malah membentuk higher low. Ini bisa jadi pertanda bahwa tekanan jual mulai melemah dan harga mungkin akan naik. Konfirmasi bullish divergence biasanya muncul ketika stochastic menembus ke atas level 50.

Sebaliknya, bearish divergence muncul saat harga membuat higher high, tapi stochastic justru membentuk lower high. Ini memberi sinyal bahwa kekuatan beli mulai melemah. Konfirmasi bearish divergence terjadi saat stochastic turun melewati level 50.

Kesimpulan
Stochastic oscillator memang terlihat sederhana, tapi justru di situlah kekuatannya. Dengan latihan yang cukup dan pemahaman yang benar, kamu bisa memanfaatkan indikator ini untuk mencari peluang terbaik dalam trading. Jadi, jangan ragu untuk terus mengamati dan berlatih menggunakan stochastic di berbagai kondisi pasar. Semakin sering kamu menggunakannya, semakin tajam nalurimu dalam membaca sinyal dari indikator ini.